Karno Tanding
Karno Tanding adalah suatu babak pertempuran terbesar
Baratayudo di Padang Kurusetra. Pertempuran dua senopati pilih tanding yaitu
Arjuno dari kesatrian Madukoro sebagai panglima perang Negara Amarta melawan
Adipati Basukarno dari Awonggo sebagai panglima perang Negara Astina.
Arjuno
Arjuno atau janoko lahir dari rahim seorang Ibu bernama
Kunti Nalibronto dengan Raja Astina Pandu Dewonoto. Satria panengah Pandawa.
Basukarno
Basukarno atau karno lahir dari seorang rahim seorang Ibu
bernama Kunti Nalibronto dengan seorang Dewa bernama Bethoro Suryo atau Dewa
Matahari. Jauh sebelum Kunti Nalibronto belum bersuami pernah bermain main
dengan aji pameling (sebuah kesaktian yang mampu mendatangkan siapapun yang
dikehendaki). Sehingga datanglah Bethoro Suryo. Melihat kemolekan tubuh Kunti,
Bethoro Suryo jatuh hati sehingga Kunti mengandung seorang bayi yang kemudian
dilahirkan melewati telinga sehingga anak tersebut diberi nama
"Karno" yang berarti telinga. Sebagai seorang putri raja besar Kunti
malu karena melahirkan seorang anak sedangkan dia belum bersuami, maka anak
tersebut di larung di sungai gangga. Kelak bayi ini diketemukan dan dipelihara
oleh seorang kusir kerajaan bernama Adiroto.
Karno besar menjadi satrio tangguh, pintar memanah muncul
pada waktu Pendadaran Siswa Sukolimo. Sepintar Arjuno dalam memanah tapi tidak
bisa ikut berlatih di Padepokan Sukolimo (Padepokan Resi Durno) karena bukan
keturunan bangsawan. Karno di usir dari ajang Pendadaran Siswa Sukolimo karena
bukan darah bangsawan. "Kamu Hanya Anak Seorang Kusir" kata Arjuno. Karno
menjadi malu dan rendah diri sehingga pergi. Sebagai Satu-satunya Satria yang
mampu menandingi kecepatan panah Arjuno, Karno dicari oleh Prabu Duryudono Raja
Astina dan mengangkatnya sebagai Adipati di Awonggo. Sebuah Kadipaten di bawah
kekuasaan Astina, sehingga Karno bisa berlatih di Padepokan Sukolimo.
Hati Seorang Ibu
Karno Tanding adalah Sebuah Pertempuran Dua Saudara Kandung
Se Ibu tapi berlainan Ayah. Sama-sama Sakti, sama-sama pintar dalam memanah.
Sama-sama mempunyai senjata Sakti dari Dewa. Kunti Nalibronto hanya bisa
meneteskan air mata melihat kedua putranya saling bertempur. Sebelum
pertempuran Baratayuda dimulai kedua ksatria ini pernah dipertemukan oleh
Ibunya. Seorang Ibu yang lembut dan bijaksana ini rela bersimpuh di kaki Karno
meminta ampun atas penderitaan karno karena telah dibuangnya dan memohon untuk
bergabung dengan saudaranya di Pandawa atau Amarta. Karena Kunti tahu benar
kalau pertempuran Baratayuda benar terjadi maka hanya Karnolah yang mampu
menghadapi Arjuno, itu berarti kedua putranya akan saling berhadapan. Dengan
arifnya pula Karno memohon maaf tidak bisa bergabung dengan Pandawa karena
beberapa alasan :
"Ibu, ....... sama sekali saya tidak dendam atas
perlakuan Ibu kepadaku, hanyutnya aku di sungai gangga sampai aku besar
sekarang ini adalah garis hidupku. Aku menjadi Adipati dan hidup bahagia adalah
karena Prabu Duryudono, aku tidak mau disebut Satria Pengecut hanya muncul
ketika ada kesenangan tapi lari dari kesusahan. Apa kata dewa kalau aku nanti
bergabung dengan Pandawa. Suatu saat seandainya aku harus bertempur dengan
adikku Arjuno itu juga sudah kehendak para dewa. Sekali lagi saya mohon maaf
ibu, Nyuwun Agunging Wiloso. Biarkan aku menentukan hidupku Sendiri. "
......Kata Basukarno.
Arjuno juga hanya bisa tertunduk menangis. Walau
bagaimanapun Karno adalah kakaknya meskipun lain ayah, rasa menyesal yang
mendalam telah mengusir dari pendadaran siswa sukolimo.
Tangis Kunti semakin menjadi mendengar Jawaban Karno apalagi
melihat kedua putranya itu saling berpelukan. Ketiganya larut dalam tangis
kebahagiaan, kesedihan, keharuan, kebingungan hanya bisa berpelukan satu sama
lain.
Perang Baratayudo
Perangnya darah Barata itu pecah dan Basukarno muncul
sebagai senopati Astina ketika senjatanya Kunto wijoyodanu tertancap di tubuh
Gatotkaca. Tak ayal lagi kedua putra kunti itu pasti saling berhadapan. Ketika
Sangkakala berbunyi ........
Karno muncul dengan kereta perangnya didampingi prajurit
bayangkara Awonggo berada di tengah ribuan pasukan Astina. Sebagai seorang
Senopati besar kereta Karno di kusiri oleh seorang raja besar dan sakti yaitu
Prabu Salyo.
Arjuno muncul dengan kereta perangnya didampingi prajurit
bayangkara Madukoro berada di tengah ribuan pasukan Amarta. Sebagai seorang
Senopati besar kereta Arjuno di kusiri oleh seorang raja besar dan sakti yaitu
Prabu Kreno.
Ketika pertempuran terjadi dengan hebatnya terjadi keanehan
dua ksatria yang lihai dalam memanah itu saling menghujankan anak panah tapi
tidak satupun mengenai keduanya. Kadang berhenti kemudian saling pandang,
saling meneteskan air mata. Prabu Salyo dan Prabu Kresno keduanya tahu, kedua
putra kunti itu tidak saling tega untuk membunuh bahkan melukai sekalipun
sehingga tidak satupun panah tepat sasaran.
Ketika sehari penuh saling bertempur, saling mengeluarkan
senjata saktinya, saling menghujankan panah tapi tidak satupun yang mengenai
tubuh. Prabu Kresno sebagai kusir Arjuno dan botohnya Amarta (Pandawa) Tahu
persis senjata Pasopati yang dipasang di gandewa Arjuno. Maka Tali kendali kuda
disentak sehingga kuda bergerak kedepan tepat ketika Pasopati terlepas dari
gandewa yang semula diarahkan hanya di depan Karno tapi karena kereta bergerak
kedepan maka Senjata Sakti Pasopati tepat mengenai leher Adipati Basukarno.
Anak Dewa Surya itu tersungkur mengenai kereta sehingga kereta hancur. Pasukan
Amarta Gemuruh Sorak sorai sebaliknya Pasukan Astina terdiam mundur melihat
sedih Senopati Besar Astina gugur di medan Pertempuran Padang Kurusetra.
Paseban Amarta
Malam hari ketika parepatan para senopati di tenda pasukan Amarta
Arjuno marah besar kepada Prabu Kresno karena Pasopati sebenarnya diarahkan
tidak untuk mengenai Karno tapi karena gerakan kereta ke depan sehingga panah
Pasopati pas mengenai leher Kakaknya Adipati Karno. Sebagai keturunan Dewa
Wisnu Prabu Kreno lalu memberi nasehat dengan bijaknya "Ketika pertempuran
semakin lama akan semakin banyak pasukan kedua belah pihak gugur yang berarti
rakyat juga yang menjadi korban". Sambil meminta maaf Kresno berucap
" Ini pertempuran Dimas, ketika ada senopati yang gugur itulah tugas mulia
yang diembannya."
Paseban Astina
Malam hari ketika parepatan para senopati di tenda pasukan
Astina. Semuanya tercenung, terdiam terlihat beberapa senopati belum kering air
matanya. Ketika Prabu Duryudono mulai bersabda siapakah yang menjadi senopati
selanjutnya. Mahapatih Haryo Sengkuni Mengusulkan Prabu Salyo sambil berucap
bahwa kematian Senopati Basukarno karena perbuatan Prabu Salyo yang sengaja
menggerakan kereta kedepan sehingga panah Arjuno tepat mengenai leher Karno.
Prabu Salyo marah besar pada Mahapatih Haryo Sengkuni hampir terjadi
perkelahian seandainya itu bukan di pasewakan dan Prabu Duryudono tidak
melerai. Dan memang kemudian ditetapkan Prabu Salyolah yang menjadi Senopati
selanjutnya.
Arti Pertempuran
Pertempuran, peperangan, perkelahian dan apapun itu namanya
adalah simbol nafsu manusia yang tidak pernah mau mengerti tentang peradaban
yang Agung di bumi ini. Selama kita masih merasa hebat masih merasa kuat dan
masih merasa segalanya, selama itu pula hidup kita tidak akan pernah damai dan
tentram. Perbaiki Ibadah ! Mendekatkan diri pada Siapa yang telah menciptakan
diri kita adalah jalan yang benar untuk hidup manusia.
Yogyakarta, 25 Oktober 2007
Sanggar Sareh Budoyo
Ki Taryono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar