Sabtu, 22 November 2014

Kurikulum 2013 Tidak Diganti Hanya Diperbaiki (berita dari tetangga)



Kurikulum 2013 yang sekarang yang telah berjalan dievaluasi dulu, dicari kekurangannya lalu diperbaiki (ilustrasi via tribunnews)

  • Tidak ingin ada anggapan setiap ganti menteri pendidikan maka kurikulum juga diganti, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menyatakan tidak akan mengganti Kurikulum 2013 yang telah dijalankan menteri sebelumnya (Mohammad Nuh).

    Dilansir dari Republika (21/11/2014), menurut Anies tidak perlu ada penggantian atau penghapusan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang sekarang yang telah berjalan dievaluasi dulu, dicari kekurangannya lalu diperbaiki kekurangannya agar lebih sempurna.

    Dalam mengevaluasi implementasi Kurikulum 2013 yang menuai pro kontra itu, Anies meminta masukan dari semua masyarakat peduli pendidikan. Semua suara dan aspirasi siswa yang melaksanakan kurikulum juga akan ditampung dan dijadikan bahan pertimbangan.

    "Aspirasi dari siswa dan hasil pentauan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah digunakan sebagai bahan kajian konsep untuk menyempurnakan kurikulum ini. Saya juga membuat tim independen untuk melakukan pengkajian Kurikulum 2013," kata Anies.

    Sebelumnya diberitakan, Retno Listyarti seorang guru yang diajak rapat perdana revisi Kurikulum 2013 bersama Kemendikbud meminta penghentikan sementara (moratorium) implementasi Kurikulum 2013. Moratorium itu digulirkan selama Kemendikbud merevisi Kurikulum 2013 sampai tuntas.

    Dinilai setengah matang dan dipaksakan dijalankan di seluruh Indonesia, selama masa moratorium implementasi Kurikulum 2013, pembelajaran disarankan kembali ke Kurikulum 2006 atau lebih dikenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

    Selain distribusi buku ajar Kurikulum 2013 yang tidak 'beres', soal sistem penilaian banyak dikeluhkan guru. Banyak guru yang kesulitan menjalankan penilaian Kurikulum 2013 yang berbasis diskripsi.

    Menurut Anies seperti dilansir dari JPNN (21/11/2014), sistem ini mudah dijalankan di Eropa. Sebab jumlah siswa dalam satu kelas hanya 20 anak dan gurunya ada 2-3 orang. Tetapi di Indonesia, seorang guru mengajar sampai 40 siswa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar